Di samping Ka'bah. Tepatnya di dalam bangunan setengah
lingkaran yang dikenal dengan Hijr Ismail. Di samping rumah Allah yang suci itu
berkumpul 4 orang. Mereka bukan sembarang orang. Tiga orang di antara mereka
adalah Abdullah, Mush'ab, dan 'Urwah. Mereka adalah putra shahabat Nabi Zubair
bin Awwam dengan Asma' putri Abu Bakar. Artinya mereka bertiga adalah keponakan
ummul mukminin Aisyah radhiallahu anha. Bahkan orang keempatnya adalah shahabat
mulia Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma. Dan kita semua kenal shahabat yang
dikenal merupakan duplikasi sempurna dari ayahnya, Umar bin Khattab radhiallahu
anhu.
Bukan tentang agama yang mereka perbincangkan. Bukan pula
tentang masalah umat yang mereka diskusikan. Mereka sedang bermimpi bersama.
Mimpi dalam keterjagaan. Bukan mimpi bunga tidur. Mimpi yang akan menjadi
landasan kuat untuk mereka berkarya.
Majelis orang-orang shalih itu dibuka dengan kata: tamannaw
(bermimpilah!). Abdullah bin Zubair memulai: Saya ingin mendapat kekhilafahan.
Selanjutnya, 'Urwah menyahut: Saya ingin menjadi tempat
mengambil ilmu.
Mush'ab pun menyampaian keinginannya: Saya ingin memimpin
Irak dan menikahi dua wanita; Aisyah binti Thalhah dan Sukainah binti
al-Husain.
Dan ditutup oleh Ibnu Umar: Adapun saya menginginkan ampunan
Allah.
Dan berikut ini penjelasan adz-Dzahabi yang menukilkan kisah
tersebut dari jalan Abu az-Zannad, "Mereka semua mendapatkan impian mereka
dan sangat mungkin Ibnu Umar telah diampuni dosanya." (Siyar a'lam
an-Nubala' 2/141)
Begitulah, semua berawal dari mimpi. Selanjutnya, Abdullah
bin Zubair benar-benar menjadi khalifah. 'Urwah yang dikenal sangat dekat
dengan Aisyah radhillahu anha, benar-benar menjadi ulama tempat masyarakat
mengambil ilmu. Mush'ab bin Zubair memimpin Irak dan menikahi dua wanita
pintar, shalih dan cantik di zamannya itu. Hanya permintaan Abdullah bin Umar
yang tidak bisa kita saksikan buktinya. Karena ampunan Allah merupakan sesuatu
yang ghoib. Tetapi seperti penjelasan adz-Dzahabi, Ibnu Umar sangat mungkin
telah diampuni Allah. Bagaimana tidak, siapa yang tidak kenal dengan Ibnu Umar
dan keshalihannya.
Mari kita lihat perjalanan hidup seorang Abdullah bin
Zubair, dari mimpi besar hingga mencapai puncak tertinggi dari kekuasaan
pemerintahan Islam. Tidak ada ambisi yang membuatnya lupa daratan. Tidak ada
syahwat tersembunyi terhadap kekuasaan hingga ia gadaikan agama dan umatnya.
Tidak ada. Perjalanannya sangat alami selayaknya seorang muslim baik yang
berkualitas pemimpin dunia. Sejarah menyebutnya sebagai seorang ahli ilmu yang
zuhud, ahli berkuda Quraisy, pemberani pilih tanding. Bergabung dalam Perang
Yarmuk saat masih remaja. Ia juga ikut dalam jihad menaklukkan Afrika, Maroko,
Konstantinopel dan sebagainya.
Sejarah juga menyebutkan bahwa Aisyah yang minta dipanggil
dengan Ummu Abdillah (ibunya Abdullah) -padahal Aisyah tidak dianugerahi
keturunan-, mengambil dari nama keponakannya ini. Begitu kecintaan dan
kedekatan seorang ummul mukminin pada calon orang besar itu.
Masa hidupnya di Madinah dilaluinya sebagai seorang muslim,
mujahid, ahli ibadah. Di sela-sela hidupnya inilah ia sematkan mimpi yang
diukir bersama tiga orang teman baiknya di Hijir Ismail. Tidak ada kampanye,
yang ada adalah membangun diri menjadi hamba Allah sejati. Tidak ada intrik
politik, yang ada adalah membangun integritas diri.
Begitulah perjalanan hidupnya. Hingga Khalifah masa itu,
Muawiyah bin Abi Sufyah meninggal dan digantikan oleh anaknya Yazid bin
Muawiyah. Menurut ijtihadnya, Yazid tidak layak menjadi khalifah mengingat
masih sangat banyak orang yang lebih hebat dan layak untuk menjadi pemimpin
tertinggi pemerintahan Islam masa itu. Tidak ada rekayasa pada pendapat
Abdullah dan Abdullah memang benar. Para ahli sejarah pun mempunyai pembahasan
panjang tentang kelayakan seorang Yazid untuk menjadi khalifah. Abdullah tidak
sendirian dengan pendapatnya itu. Begitulah rencana Allah dijalankan untuk
mencapai mimpi bersama yang pernah disematkan Abdullah. Inilah jalannya.
Saat Yazid meminta baiat dari penduduk Madinah, Abdullah
menolak dan ia meninggalkan Madinah menuju Mekah tempat ia mendeklarasikan
dirinya menolak kekhalifahan Yazid dan meminta masyarakat membaiat dirinya.
Yazid mengirimkan pasukannya di Madinah, tetapi gagal menghentikan Abdullah.
Hijaz (Mekah, Madinah dan sekitarnya), Yaman, Mesir, Irak, Khurasan dan
sebagian besar Syam akhirnya membaiat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah
tahun 64 H. Pemerintahannya berlangsung cukup lama. Hingga Bulan Jumadil Ula
tahun 73 H, ketika ia terbunuh di tangan Hajjaj bin Yusuf dengan manjanik di
samping Ka'bah yang mulia. Umurnya saat itu telah mencapai lebih dari 70 tahun.
Sebagian besar ahli sejarah menyatakan bahwa kekhilafahan
Abdullah bin Zubair legal dan sah secara hukum. Mengingat bahwa sebagian besar
wilayah Islam tunduk di bawah pemerintahan Abdullah. Di antara para ahli
sejarah tersebut adalah Ibnu Katsir, Ibnu Atsir dan ath-Thabari.
Saat Abdullah membuktikan mimpi hidupnya, saat itulah ia pun
menjadi jalan bagi saudaranya Mush'ab bin Zubair yang saat itu bermimpi ingin
memimpin Irak, untuk membuktikan mimpinya. Abdullah menyerahkan kepemimpinan
Irak kepada saudaranya itu.
Hari ini, banyak orang yang tidak sanggup sekadar bermimpi
besar dalam hidupnya. Padahal tidak ada yang melarang, tidak pula bayar alias
gratis seratus persen. Ketidakberanian itu disebabkan ia sedang mengukur
kemampuannya saat ini yang mustahil mencapai mimpi yang terlalu besar.
Keterbatasan sering menjadi penghalang untuk seseorang bermimpi besar. Padahal,
bagaimana ia akan sampai pada sesuatu yang tiada pernah diimpikannya sepanjang
hidupnya. Minimalnya adalah bersitan dalam hati dan fikirannya, walau mungkin
hanya sesaat dari sekian juta jam yang ia miliki.
Membaca sejarah orang-orang besar Islam terdahulu bisa
menghadirkan motivasi. Banyak orang besar hadir dari keterbatasan di masa
lalunya. Miskin, bukan orang terpandang, yatim, dari keluarga biasa. Tetapi
mereka mengantongi semua variabel kebesaran yang tergabung dalam dua kata: Iman
dan ilmu.
Iman terus dibangun dan ditebalkan seiring semakin bertambah
dekatnya ia dengan Allah. Dan ilmu terus ditingkatkan, hingga ia layak menjadi
pemegang urusan muslimin. Dan akhirnya, sebab yang telah diraihnya mendatangkan
hukum kausalitas dan janji Allah. Hukum kausalitas itu berbunyi: Mereka yang
layak, yang layak mengambil posisi layak. Dan janji Allah tercermin dalam ayat
ini,
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.
al-Mujadilah: 11)
Benar, seperti penutup ayat agung tersebut; Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada yang terlewatkan dari ilmu Allah
berupa usaha maksimal untuk meningkatkan iman dan ilmu. Allah melihat semuanya.
Allah Maha Mengetahui usaha maksimal dan Maha Mengetahui kapan saatnya janji
itu diberikan.
Begitulah sejarah menjadi motivasi yang luar biasa. Di semua
wilayah hidup. Saat kita menginginkan peningkatan ibadah, bacalah sejarah
ibadah orang-orang besar dalam sejarah. Saat kita ingin semangat menuntut ilmu.
Saat kita ingin menikmati kelelahan dalam mendidik generasi. Saat kita ingin
menjadi keluarga pengukir peradaban di tengah keterbatasan hari ini. Apapun
motivasi yang ingin kita dapatkan, tinggal membaca sejarah dan sejarah akan
merayapi seluruh dinding hati kita membangkitkan motivasi.
copas dari web bordir jaket berkualitas

Tidak ada komentar:
Posting Komentar